Minggu, 08 Agustus 2010

HIZBUT TAHRIR INDONESIA ( HTI )


Pertengahan tahun 2000, Publik Indonesia dikejutkan oleh sebuah konferensi internasional soal khilafah Islamiyah. Meski kata-kata Khilafah Islamiyah sedemikian akrab bagi kalangan aktivis dakwah dan sebagian Muslimin, tapi tidak demikian bagi masyarakat kebanyakan. Dalam situasi demikian dan di balut momen reformasi, konferensi yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini berlangsung di Istora Senayan, Jakarta. Acara besar ini, menandai kali pertama HTI sebagai salah satu gerakan dakwah di tanah air, unjuk gigi dihadapan publik.  Konferensi yang bertujuan untuk mensosialisasikan metode dakwah, gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir (HT) ini, menghadirkan tokoh-tokoh HT dari dalam dan luar negeri. Diantaranya KH dr Muhammad Utsman dari SPFK Indonesia, Ismail al-Wahwah dari Australia, Syarifudin M Zain dari Malaysia, dan Muhammad al-Khaththath dari Indonesia.

Kemunculan perdananya ditengah-tengah publik, tak hanya sampai disini. Bulan Agustus 2002, ribuan aktivis, kader, dan simpatisan HTI melakukan longmarch dari Monas ke gedung DPR/MPR menuntut diterapkannya Syariat Islam di Indonesia. Sebelumnya, Juli 2002, kader – kader HTI mengadakan diskusi publik bertajuk “Syariat Islam Rahmat bagi Seluruh Manusia”. Publik selanjutnya pun bertanya, begitu muncul di penghujung 2000-an ini, kok langsung memboyong aktivis, kader, dan simpatisan sampai ribuan orang, sebetulnya jauh sebelum tahun 2000 langkah dakwah telah dirintis jauh sebelumnya. Gerakan dakwah HT telah bermula sejak tahun 1982/1983.

Masuknya HT ke Indonesia ini, bermula dari Ustadz Mama Abdullah bin Nuh. Pengelola Ponpes Al-Ghazali Bogor yang juga staf pengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini. Mengajak Ustadz Abdurrahman al-Baghdadi , seorang aktivis HT yang tinggal di Australia untuk menetap di Bogor. Pada saat inilah al-Baghdadi berinteraksi dengan para aktivis Islam di Masjid Al-Ghifari, IPB,Baranangsiang, Bogor.

Pemikiran-pemikiran HT yang diperkenalkan Al-Baghdadi, rupanya mampu menarik perhatian aktivis masjid kampus ini. Mulailah dibuat halaqah – halaqah kecil untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Buku-buku HT, seperti Syaksiyah Islamiyah, Fikrul Islam, Nizhamul Islam pun dikaji serius. Melalui Jaringan Lembaga Dakwah Kampus inilah, ajaran HTI menyebar ke kampus-kampus diluar bogor seperti Upad, IKIP Malang, Unair, Unhas dan akhirnya menyebar keseluruh Indonesia.

Tahun 1987, Ustadz Mama Abdullah Bin Nuh wafat. Sejak saat itu, Kepemimpinan HTI dikendalikan oleh KH Muhammad al-khaththath dan Muhammad Ismail Yusanto sebagai juru bicaranya. Perkembangan Dakwah dan keanggotaannya pun terus bertambah. Hingga kini jumlah anggotanya lebih dari 10.000 orang. Sebagai partai politik lintas nasional, HT bermula dari partai politik islam yang didirikan oleh syekh Taqiyuddin An-Nabhahani tahun 1372 H/1953 M di baitul al-Maqdis, Jerusalem. Sementara, Taqiyuddin sendiri lahir di Ijzim, Palestina. Ia pernah belajar di Al-Azhar dan Daral-Ulum, Kairo, Mesir. Selain itu, Syekh ini juga pernah menjabat sebagai hakim dan Dosen di palestina, di Al-Azhar dan Daral-Ulum, Kairo, Mesir. Selain itu, Syekh ini juga pernah menjabat sebagai hakim dan Dosen di palestina, Yordania, dan Baitul-Maqdis. Tahun 1948, ia hijarah ke Beirut, Libanon.

Selanjutnya tempat tinggalnya terus berpindah-pindah dari Yordania, Suriah dan Lebanon. Setelah taqiyuddin wafat, Kepemimpinan HT dikendalikan oleh Abdul Qodim Zallum asal Palestina.
Dalam situs www.al-islam.or.id disebutkan, tujuan HT adalah melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Dengan tujuan ini, berarti HT mengajak Kaum Muslimin kembali hidup secara islami dalam naungan Darul Islam dan masyarakat Islam.

Untuk merealisasikan cit-citanya itu, HT membuat tiga tahapan perjuangan atau marhalah. Pertama, Pembinaan dan pengkaderan ( Marhalah tatsqif ). Tahap ini menitik beratkan pada pembentukan kader-kader partai, pembinaan kerangka gerakan dan membina para pengikutnya dalam halaqah-halaqah  dengan materi pembinaan ( Tsaqafah ) HT yang terarah dan intensif. Kedua, berinteraksi dengan Masyarakat ( marhalah tafa’ul ma’a Al-Ummah ). Lewat interaksi diharapkan masyarakat bisa sadar bahwa islam jawaban satu-satunya atas persoalan mereka. Ketiga, tahapan kekuasaan ( marhalah istilaam al-hukm). Setelah masyarakat sadar bahwa islam mampu menjawab setiap persoalan, umat diharapkan akan menuntut dilaksanakannya hokum Islam sekaligus pembentukan Negara islam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar